Satu lagi kisah sukses pengusaha muda. Di usia 22 tahun, Elang Gumilang telah jadi miliarder dari usaha penjualan tempat tinggal untuk kalangan bawah. Dia merintis kesuksesan dari tenaga pemasaran rumah dan berjualan aneka barang.
Adalah lumrah bila setiap orang bercita-cita memiliki rumah. Orang rela bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal berstatus milik sendiri kala sudah mandiri. Namun, tak semua orang beruntung bisa memiliki rumah sendiri. Di Indonesia, ada 70 juta orang atau 8,3 juta kepala keluarga yang belum memiliki rumah. Angka ini tiap tahun diprediksi bertambah 800.000 jiwa.
Kebutuhan itu membawa seorang pemuda bernama Elang Gumilang yang pada 6 April nanti genap berusia 27 tahun menjadi miliarder. Dengan jeli, dia menjadi pengembang perumahan yang khusus menyasar masyarakat berpenghasilan rendah, bahkan sebelum pemerintah membuat program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Kini, dengan bendera Elang Group, dia sudah membangun lebih 2.200 unit rumah di enam kompleks perumahan di Bogor dan Sukabumi, Jawa Barat. Omzetnya? �Tahun lalu, saya menjual sekitar 900 rumah. Kalikan saja kalau harga rata-rata rumah Rp 60 juta per unit,� kata Elang. Artinya, omzet Elang tahun 2011 itu Rp 54 miliar!
Jalinan sukses Elang tidaklah terwujud dengan mudah. Sulung dari tiga bersaudara ini mulai berbisnis sejak masih sekolah menengah atas (SMA). Dia sempat berjualan donat di beberapa sekolah dasar. Aktivitas ini terhenti karena dilarang orang tua.
Tapi, Elang tidak lantas berhenti bertindak. Ia menyalurkan bakat bisnis itu lewat pelbagai perlombaan wirausaha. Ia pernah menjuarai beberapa lomba dengan tema kemandirian. Keuletannya itu mengantarnya menjadi mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (IPB).
Meski berstatus mahasiswa, jiwa bisnis Elang terus tumbuh. Dia pernah berdagang sepatu, lampu, dan minyak goreng. Bersama 12 kawannya, ia juga pernah membuka lembaga kursus bahasa Inggris.
Dari sekian ragam jenis usaha, Elang merasa, bisnisnya tak kunjung memberi hasil yang layak. Dia lantas berintrospeksi dan mendapati adanya rasa kurang bersyukur pada dirinya. Lalu, dia memperbanyak sedekah dan banyak merenung.
Terjun ke properti
Dari pengalaman menarik diri dan instrospeksi itu, Elang mendapat inspirasi untuk berbisnis properti. Dia sadar, bisnis ini tidak mudah dan membutuhkan modal besar. Tapi, tekad kuat untuk maju membuat Elang berani nekat. Pada 2005, dia ikut tender rehabilitasi sekolah dasar di Jakarta senilai Rp 160 juta dan menang.
Untuk ikut tender, Elang berutang ke bank. Status mahasiswa menyulitkannya mendapat kredit. Beruntung, ada kerabat dari salah satu sahabatnya yang mau menjamin. Alhasil, ia berhasil mendapatkan kredit tanpa agunan Rp 150 juta. Pada usia 20 tahun, ia harus membayar cicilan utang sebesar Rp 8,7 juta per bulan selama dua tahun!
Proyek itu tuntas. Tapi, beban utang membuat Elang harus jungkir-balik membayarnya. Untuk itu, dia menjadi tenaga pemasaran sebuah perusahaan properti di Bogor. Di sini, Elang tak menerima gaji bulanan, hanya komisi bila berhasil menjual rumah. Pekerjaan ini memberinya tambahan pengetahuan di bisnis properti.
Kiprah Elang di dunia properti berlanjut. Suatu saat, dia mendapat informasi soal tanah murah di Cinangneng, Bogor. Dari situ, dia tertarik membeli untuk menyulapnya menjadi kompleks perumahan murah. �Saya tergerak karena banyak orang kecil kesulitan membeli rumah,� ungkap Elang.
Lagi-lagi, modal menjadi kendala dan bank belum mau memberi kredit. Tak menyerah, Elang mengajak lima sahabatnya dan terkumpul modal usaha sebesar Rp 340 juta. Pada 2007, proyek pertama Elang Group yaitu Perumahan Griya Salak Endah, mulai dijual. Dengan cepat, 450 unit rumah seharga Rp 25 juta ludes terjual.
Proyek-proyek rumah murah Elang lainnya terus berlanjut. Yang jelas, walau rumah berbanderol murah, ia memastikan kualitas rumah tidak murahan. Tiap rumah memiliki dua kamar dengan rangka atap baja ringan. �Kuncinya mengatur pasokan bahan bangunan dan tenaga kerja,� katanya.
Pada awal 2011, Elang kembali membeli tanah murah di kawasan Lido, Sukabumi. Kali ini, dia mendapat pembiayaan dari bank. Tak tanggung-tanggung, nilainya Rp 25 miliar. Posisi utang itu sekarang tinggal Rp 12 miliar.
Ke depan, Elang terus berusaha mewujudkan konsep pemenuhan kebutuhan warga perumahannya yang terintegrasi dari hulu ke hilir. Dia ingin tiap kompleks memiliki satu koperasi untuk mengurus usaha penyediaan air bersih, keamanan, pasar, dan sarana kesehatan. Hasil usaha ini kembali ke warga untuk biaya perawatan jalan, kegiatan sosial, atau bahkan menopang kredit macet di lingkungan itu. Konsep ini adalah upaya Elang untuk meningkatkan taraf hidup konsumennya. �Jangan sampai sudah rumahnya sederhana dan jauh, biaya hidupnya juga masih mahal,� tuturnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar